Ada saja alasan mengapa Sukarno harus gemar membaca. Ada saja alasan
mengapa Sukarno harus rajin belajar. Dan ada saja cara Sukarno untuk
belajar cepat mengenai segala sesuatu hal.
Didorong ego yang meluap-luap untuk bisa bersaing dengan siswa-siswa
bule, Bung Karno sangat tekun membaca, dan sangat serius belajar. Di HBS
Surabaya misalnya, dari 300 murid yang ada, hanya 20 murid saja yang
pribumi. Satu di antaranya adalah Sukarno. Sekalipun sulit menarik
simpati teman-teman sekelas yang keturunan penjajah, setidaknya ada satu
dua guru,yang menaruh rasa sayang kepadanya.
Dari simpati gurunya, tak jarang, ia mendapat fasilitas lebih untuk bisa
‘mengacak-acak’ perpustakaan dan membaca segala buku, baik yang ia
gemari maupun yang tidak ia sukai. Lantas, manakala problem berbahasa
Belanda menghambat rasa haus ilmunya, ia pun sudah punya jalan pintas:
Merayu noni Belanda sebagai pacarnya. Berpacaran dengan noni Belanda,
adalah cara praktis lekas mahir berbahasa Belanda. Mien Hessels, adalah
salah satu pacar Bung Karno yang berkebangsaan Belanda.
Usia belum genap 16 tahun, Bung Karno sudah membaca karya besar
orang-orang besar dunia. Di antaranya, ia mengagumi Thomas Jefferson
dengan Declaration of Independence yang ditulis tahun 1776. Sukarno
muda, juga mengkaji gagasan-gagasan George Washington, Paul Revere,
hingga Abraham Lincoln.
Tokoh pemikir bangsa lain, seperti Gladstone, Sidney dan Beatrice Webb
juga dipelajarinya. Ia mempelajari Gerakan Buruh Inggris dari
tokoh-tokoh tadi. Tokoh Italia? Ia sudah bersentuhan dengan karya
Mazzini, Cavour, dan Garibaldi. Tidak berhenti di situ, Sukarno bahkan
sudah menelan habis ajaran Karl Marx, Friedrich Engels, dan Lenin. Semua
tokoh besar tadi, menginspirasi Sukarno muda.
Penelusuran Bung Karno terhadap karya besar orang besar, tidak pernah
berhenti. Alhasil, pernah dalam suatu ketika, saya mendapat copy dokumen
barang-barang milik Bung Karno di Istana Negara, yang diinventarisasi
oleh aparat negara, sesaat setelah ia digulingkan. Dari ribuan item yang
saya cermati, hampir 70 persennya buku. Sisanya: pakaian, lukisan, mata
uang receh, satu potong bra dan satu helai sapu tangan wanita…. Ya,
harta Bung Karno terbesar memang buku.
Episode kehidupannya yang lain, mengisahkan betapa dalam setiap
pengasingan dirinya, baik dari Jakarta ke Ende, dari Ende ke Bengkulu,
maupun dari Bengkulu kembali ke Jakarta, bagian terbesar dari
barang-barang bawaannya adalah buku. Semua itu, belum termasuk yang
dirampas dan dimusnahkan penguasa penjajah.
Apa muara dari kisah ini? Sejatinya hanya untuk memperteguh judul di
atas: Presiden dengan 26 Gelar Doktor Honoris Causa. Ya, itulah Sukarno,
Presiden Republik Indonesia yang pertama. Itulah jumlah gelar doktor
yang ia terima dari seluruh penjuru dunia, 26 gelar doktor HC,
rinciannya, 19 dari luar negeri, 7 dari dalam negeri.
Yang pertama kali memberi gelar doktor kepada Bung Karno bukan perguruan
tinggi Indonesia, melainkan Filipina: Far Eastern University, Manila.
Sedangkan perguruan tinggi Indonesia pertama yang memberinya gelar
doktor HC adalah Universias Gadjah Mada Yogyakarta pada 19 September
1951.
Adapun yang tercatat pertama kali memberinya gelar doktor HC di bidang
Ilmu Pengetahuan Teknik adalah Universitas Berlin, pada 23 Juni 1956.
Dalam bidang yang sama, disusul Universitas Budapest pada 17 April 1960,
selanjutnya barulah almamaternya, ITB pada 13 September 1962.
Catatan menyebutkan pula, Universitas Islam pertama yang menganugerahkan
gelar doktor HC buat Bung Karno adalah Universitas Al Azhar, Kairo pada
24 April 1960 dalam ilmu Filsafat. Kemudian, IAIN Jakarta dalam
Ushuludin Jurusan Dakwah pada 2 Deember 1963, disusul Universitas
Muhammadiyah Jakarta untuk Falsafah Ilmu Tauhid pada 1 Agustus 1965.
Negara-negara asal perguruan tinggi yang menganugerahkan gelar Doktor HC
berturut-turut adalah Filipina, Amerika Serikat, Kanada, Jerman Barat,
Uni Soviet, Yugoslavia, Cekoslovakia, Turki, Polandia, Brazil, Bulgaria,
Rumania, Hongaria, RPA, Bolivia, Kamboja, dan Korea Utara.
Adapun perguruan tinggi nasional yang memberikan gelar Doktor HC buat Bung Karno adalah:
1). Universitas Gadjah Mada (19 September 1951) dalam Ilmu Hukum;
2). ITB (13 September 1962) dalam Ilmu Teknik;
3). Universitas Indonesia (2 Februari 1963) dalam Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan;
4). Universitas Hasanuddin (25 April 1963) dalam Imu Hukum;
5). IAIN Jakarta (2 Desember 1963) dalam Ushuludin jurusan Dakwah;
6). Universitas Padjadjaran (23 Desember 1964) dalam Ilmu Sejarah;
7). Universitas Muhammadiyah (1 Agustus 1965) dalam Falsafah Ilmu Tauhid.
Sependek pengetahuan saya, Sukarno-lah presiden yang menerima gelar
Doktor Honoris Causa terbanyak. Bukan hanya terbanyak, melainkan dari
ragam ilmu yang beragam, mulai dari ilmu teknik, sosial kemasyarakatan,
hukum, filsafat, agama, dll. Itu adalah satu sisi kehidupan Bung Karno,
dari ribuan sisi yang dimilikinya.