Islamic Society of North America (ISNA) tepat sekali memilih
Ingrid Mattson sebagai orang nomor satu. Banyak orang sepakat bahwa
sosok Ingrid sangat tepat untuk memimpin Komunitas Islam Amerika Utara,
yang merupakan salah satu pemimpin agama yang kini cukup berpengaruh di
Amerika Serikat.
Siapa yang mengira bahwa mualaf ini akan memimpin sebuah organisasi
besar dan berpengaruh di Amerika. Siapa sebenarnya Ingrid dan bagaimana
kisah hidupnya sehingga bisa menjadi muslimah kesohor?
Ingrid Mattson dilahirkan Kitchener, Waterloo, Ontario, Kanada pada
1964. Mattson lahir dari keluarga penganut Katolik Roma yang sangat
taat. Waktu kecil dia tumbuh sebagai anak yang rajin melakukan misa
harian.
"Saya punya kesalehan kanak-kanak yang polos dan sederhana," ujar Ingrid
dalam buku "Seeking Truth Finding Islam (Kisah Empat Mualaf yang
Menjadi Duta Islam di Barat) halaman 44, seperti dikutip merdeka.com,
Minggu (7/7).
Meski tumbuh dan besar dalam lingkungan Kristen di Kitchener, Ontario,
Kanada, di usianya yang ke 16 tahun, Ingrid justru memutuskan berhenti
pergi ke gereja. Saat itu Ingrid sempat menjadi atheis alias tidak
mempercayai Tuhan. Ingrid memilih fokus untuk menimba ilmu di
Universitas Waterloo dan memilih jurusan Seni dan filsafat. Dan dari
situ lah dirinya mengenal cahaya Islam.
Di Departemen Seni Rupa Universitas Waterloo, dia berkelana ke berbagai
museum sejarah dan seni. Secara kebetulan, di Museum Louvre yang berada
di tengah Kota Paris, dia berkenalan dengan beberapa Muslimah dari
Senegal.
Mattson terpesona dengan ketulusan dan martabat yang dia lihat dari diri
teman-teman Muslimnya itu. Bahkan di saat para muslim tersebut
menghadapi prasangka buruk di sekelilingnya. Hal itulah yang kemudian
membawanya untuk mempelajari Alquran. "Mereka punya kebijaksanaan yang
seimbang," ujarnya.
Sejak saat itu, Mattson mulai menggali tentang ketuhanan dan kepribadian
Muhammad melalui Alquran terjemahan. Yang membuatnya semakin tertarik
dengan Islam adalah semua umat Muhammad tidak hanya mengikutinya dalam
hal beribadah, tetapi juga di dalam semua aspek kehidupan, mulai dari
kebersihan diri sampai pada cara bersikap terhadap anak-anak dan
tetangga.
menukar pakaiannya dengan busana muslimah lengkap dengan jilbab. Saat itu usianya 23 tahun.
Saat pertama kali salat, Mattson sangat terkejut oleh perasaan kedekatan
dengan Tuhan yang telah hilang sejak remaja dari dalam dirinya. "Tuhan
tidak lagi ada di gereja, tetapi ada di mana-mana. Dia ada di alam, seni
dan wajah-wajah muslimah yang ikhlas," ujar Mattson.
Pada tahun 1987, Mattson lalu memutuskan pergi ke Pakistan untuk menjadi
relawan kemanusiaan. Selama berada di Pakistan, Mattson akhirnya
menemukan seorang pemuda yang juga menjadi relawan, Aamer Atek, seorang
insinyur asal Mesir. Merasa sehati, keduanya memutuskan menikah.
Mattson mendapatkan gelar Ph.D. di studi Islam dari Universitas Chicago
pada tahun 1999. Dia terus menjadi sangat aktif dalam mendidik Muslim
Kanada untuk menjadi partisipan aktif dalam masyarakat Kanada pada
umumnya.
Pada tahun 2001 Mattson terpilih menjadi Wakil Presiden ISNA. Selama
menjadi wakil, Mattson dinyatakan memiliki reputasi dan nilai yang
sempurna. Hal itulah yang kemudian pada tahun 2006 menghantarkannya
terpilih sebagai presiden wanita pertama dalam organisasi itu.
Nama Ingrid Mattson sempat menjadi topik pembicaraan hangat di berbagai
media Barat. Hal ini lantaran namanya masuk dalam daftar salah satu
tokoh yang diundang pada inagurasi Barack Obama, setelah kandidat
Presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat itu menang dalam
pemilu.
Saat itu, Mattson masih menjabat sebagai presiden Komunitas Islam
Amerika Utara (ISNA) merupakan salah satu pemimpin agama yang akan
berbicara pada acara doa yang digelar di Cathedral Nasional di
Washington DC, sehari setelah pelantikan Obama sebagai presiden AS
ke-44.
Undangan yang ditujukan kepada Mattson ini menuai kontroversi publik
Amerika. Sebab, yang bersangkutan dicurigai jaksa federal terkait dengan
jaringan teroris. Seperti diketahui, pada Juli 2007, jaksa federal di
Dallas, mengajukan tuntutan kepada ISNA karena diduga memiliki jaringan
dengan Hamas organisasi Islam di Palestina yang dikelompokkan Pemerintah
AS sebagai organisasi teroris.
Namun, baik Mattson maupun organisasinya tidak pernah dihukum. Jaksa
hanya menyatakan memiliki bukti-bukti dan kesaksian yang dapat
menghubungkan kelompok tersebut ke Hamas dan jaringan radikal lainnya.